Jumat, 21 Desember 2012

SAYA FANY WULAN NENGRUM = SEBAGAI PENDIDIK, PRIBADI UNGGUL, AGENT OF CHANGE & MAKHLUK SOCIAL


Pengalaman yang sangat mengagumkan saya dapatkan ketika saya berada di Islamic Boarding School (IBS). Disana saya belajar memaknai hidup sekecil apapun kenikmatan yang diberikan dari Yang Maha Kuasa. Membuat paradigma berfikir saya berubah menjadi 180’. Saya mandiri, saya mengatur keuangan sendiri, saya harus bertenggang rasa dengan teman sekamar, dan saya juga harus mengikuti kegiatan yang telah terjadwal dari IBS. Perilaku saya-pun berubah seiring dengan bertambahnya ilmu yang saya dapatkan. 3 tahun yang awalnya saya sangat menolak sekaligus bersitegang dengan orang tua untuk tetap bertahan di dalamnya. Sempat terlontar kata “kenapa sih, harus masuk IBS? aku nggak suka tinggal bareng satu kamar dengan banyak orang yang beda pikiran + tingkah laku!! kenapa nggak ayah atau ibu aja yang tingal disini? emang ibu fikir enak gitu? gampang gitu harus bareng-bareng satu kamar sama orang yang nggak dikenal?”.
Ketika mengingat kata itu-saat ini-hanya senyum dengan mimik bersalah sekaligus sedih, dengan segal hal yang telah aku dapat. Dan aku-saat ini menjadai pribadi yang unggul dalam memahami kultur kampus. Tanpa harus berjibaku dengan rasa enggan untuk aktif dalam kegiatan sosial. Saya telah merasakan bagaimana masa tersulit-sendiri-pada saat usiaku beranjak remaja. Uang jajan yang hilang, teman sekamar yang sakit dan harus menolongnya dengan cara membantu kebutuhan-kebutuhan yang diperlukannya (merawat), kurang tidur karna harus jadi Ka. Panitia peneriamaan santri baru, demam tinggi yang berusaha disembunyikan dari orang tua-agar mereka tidak khawatir-,  tidak ada fasilitas Hp-yang ada hanya one PC yang digunakan berbarengan disatu kamar serta TV yang ditempel ditembok ujung setiap lorong asrama yang hanya menampilkan News or dialog yang berbahasa asing (arabic and english).
Selama tiga tahun berada di boarding school ketika masa SMA itu, jendela wawasan saya diperlebar dan kerana pengetahuan yang terbuka dari berbagai disiplin ilmu membanjiri isi kepala saya. Saya memaknai kutipan populer Carpe Diem yang ditulis oleh Horace – yang artinya adalah Seize the Day – mengingatkan saya untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan hidup yang saya dapat hari ini. Saya juga mengapresiasi fungsi moral dongeng Pinocchio dan Cinderella serta menganalisis faktor internal novel abad 17 karya Robinson Crusoe. Saya juga mencoba memahami filsafat politik dari pemikiran filsuf asal Britania Raya, John Locke.
***

Bercerita tentang negara ini-INDONESIA, rasanya sudah sering sekali terbahas dalam setiap diskusi kecil yang saya lakukan bersama teman-teman dikampus. Dinamika pendidikan indonesia saat ini, sangatlah cepat mengikuti perkembangan zaman dan di era global ini istilah pendidikan karakter kembali menjadi pusat perhatian sebagai solusi alternatif atas segala permasalah yang ada di negeri ini. Sungguh berat tanggung jawab yang di tanggung pendidikan nasional dan menghadapi tantangan arus besar globalisasi. Perdebatan sekarang adalah bukan terlalu membahas kenapa hal itu semua terjadi tapi bagaiman solusinya yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional terlebih lagi bagaimana peran kita sebagai mahasiswa untuk mendukung hal itu dan menjadi bagian dalam usaha mencapai tujuan luhur pendidikan nasional indonesia.
Parameter keberhasilan pendidikan nasional yang diukur oleh nilai batas minimum yang mampu dilewati siswa adalah potret kesuksesan yang semu. Buktinya semakin banyak orang yang bisa sekolah, berita tawuran antarpelajar, demo mahasiswa yang berujung kericuhan masih santer terdengar. Apa pasal ini bisa terjadi? Di kelas tidak ada cukup ruang untuk melatih cara berkomunikasi yang santun melalui media diskusi tukar opini. Dua jam mata pelajaran tidak cukup efektif untuk mempertajam radar berimajinasi dan bereksplorasi.
Selama 12 tahun kami dijejali soal-soal  yang tidak akan kami hadapi di kehidupan nyata. Kami tidak dibekali cara berpikir kritis karena kami tidak dibiasakan menulis. Dari ulangan harian sampai Ujian Nasional yang berbentuk pilihan ganda tidak mendorong kami untuk mencintai riset pustaka alias merangsang kami untuk gemar membaca. Sehingga, akhirnya tidak terbentuk pola pikir yang kreatif dan berpikiran terbuka (open-minded) dalam menyelesaikan masalah. Pengenalan pentingnya leadership (kepemimpinan) dan entrepreneurship (kewirausahaan).
Kita perlu berbenah. Sebagai lembaga negara yang memegang tongkat kekuasaan, Kementrian Pendidikan Nasional harus tahu diri. Kita tidak boleh mengabaikan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2012 yang menyatakan bahwa jumlah pengangguran secara nasional pada Februari 2012 mencapai 7,6 juta orang dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2012 sebesar 6,32 persen. (sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/node/203205 Selasa, 25 September 2012, 11.56 ). Alokasi dana APBN sebesar 20% jangan lagi digunakan untuk proyek yang tidak berdampak langsung terhadap kualitas peserta didik. Sistem perekrutan guru dan lulusan bergelar sarjana pendidikan wajib ditinjau ulang. Belajar dari negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, Finlandia, guru – guru disana merupakan lulusan dengan nilai yang menduduki peringkat 1 sampai 5. Dengan model evaluasi berupa esai tentu dibutuhkan kompetensi sumber daya manusia yang lebih mumpuni agar tulisan yang dibuat benar-benar dapat melihat sejauh mana pemahaman siswa.
Reformasi kurikulum hanya dapat diwujudkan oleh orang nomor satu di jajaran aparatur Kementrian Pendidikan Nasional. Saya belum tahu bagaimana caranya mencuri atensi presiden agar kelak beliau bersedia mengamanahi saya posisi yang menjadi poros utama penyelenggaraan pendidikan formal oleh negara. Akan tetapi, paling tidak mulai dari hari ini saya telah menghimpun gagasan perubahan yang layak diperjuangkan sebagai MAHASISWA.
***

Mahasiswa merupakan kelas tersendiri yang dilahirkan oleh Perguruan Tinggi. Sedangakan Perguruan tinggi adalah sebuah institusi yang tidak sekedar untuk kuliah, mencatat pelajaran, pulang dan tidur. Tapi harus dipahami bahwa perguruan tinggi adalah tempat untuk penggemblengan mahasiswa dalam melakukan kontempelasi dan penggambaran intelektual agar mempunyai idealisme dan komitmen perjuangan sekaligus tuntutan perubahan. Penggagasan terhadap terminologi perguruan tinggi tidak akan bisa dilepaskan dari suplemen utama, yaitu mahasiswa Sebagai kelompok yang lahir dari perguruan tinggi, maka mahasiswa dapat digolongkan sebagai kelompok intelektual.
Kelompok Intelektual dapat diartikan sebagai orang yang memiliki kelebihan berpikir dibanding masyarakat pada umumnya. Kelebihan ini bisa berupa kecerdasan ataupun lebih luas wawasannya. Kelompok  ini memiliki peran penting di lingkungan mereka tinggal. Kelompok Intelektual dianggap mampu memberikan solusi terhadap masalah yang sedang berkembang di masyarakat.
Menurut Anis Matta dalam bukunya (menikmati demokrasi) kelompok intelektual patutnya memiliki budaya serta tradisi ilmiah yang mampu mengkoordinir produktivitas dalam kerja kolektif. Cirinya dalah sebagai berikut 
  • Berbicara dan berkerja berdasarkan ilmu pengetahuan
  • Tidak bersikap apriori dan tidak memberikan penilaian kepada sesuatu sebelum mengetahui dengan baik dan akurat
  • Selalu membandingkat pendapatnya dengan pendapat kedua & ketiga sebelum meyimpulkan dan mengambil keputusan
  • Mendengar lebih banyak dari berbicara
  • Gemar membaca dan menyediakan waktu baca
  • Selalu mendekati permasalahan secara komperhensif,integral,objektif,dan proporsional
  • Lebih banyak diam dan menikmati saat-saat perenungan
  • Gemar berdiskusi dan pro-aktif dalam mengembangkan wacana,ide-ide, namun tidak suka debat kusir
  • Berorientasi diskusi pada kebenaran bukan kemenangan
  • Berusaha mempertahankan sikap dingin dalam bereaksi terhadap sesuatu dan tidak bersikap emosional dan meledak-ledak
  • Berfikir sistematis dan berbicara secara teratur
  • Menyenangi sesuatu yang baru dan menikmati tantangan serta perubahan
  • Tidak pernah merasa berilmu secara permanen dan karenanya selalu ingin belajar
  • Rendah hati dan bersedia menerima kesalahan
  • Lapang dada dan toleran dalam perbedaan pendapat
  • Memikirkan ulang gagasannya sendiri atau gagasan orang lain dan senantiasa menguji kebenaran
  • Selalu melahirkan gagasan baru secara produktif

***

Saya sebagai mahasiswa UNJ harus memiliki ke-idealisan yang tinggi. Walaupun segelintir mahasiswa apatis terhadap tugasnya sebagai kelompok inteletual. Karenanya hal tersebut tidak dapat menjadi tolak ukur sepenuhnya bagi ke-ikutsertaan mahasiswa dalam kelompok intelektual. Di sisi lain, dapat dikatakan mahasiswa UNJ terbilang sebagai mahasiswa yang aktif dalam membela kepentingan rakyatnya. Tidak jarang mereka turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi, membela kepentingan, serta menuntut perubahan yang lebih baik. Hal tersebut saya lakukan dengan keikutsertaan dalam organisasi BEM UNJ yang ketika itu,kami bergabung dengan BEM SI (Seluruh Indonesia). Sebagai mahasiswa UNJ, saya juga terbilang aktif dalam memenuhi peran sebagai social of change. Hal tersebut saya realisasikan dalam kajian-kajian strategis yang menghasilkan opini maupun gagasan-gagasan dalam bentuk tulisan yang tertuang di media massa maupun elektronik (dalam hal ini dapat dilihat di www.berita99.com).
Jika ditanya saya akan menjadi seperti apa agar dapat berkontibusi dalam masyarakat, rasanya saya ingin sekali melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan-kurikulum terutama. Saya akan merampingkan materi yang terlalu detil dan memotong jam sekolah yang memakan waktu lama supaya percik api antusiasme yang pernah saya rasakan juga hadir di setiap individu. Saya ingin sedari dini warisan budaya seperti batik, wayang, upacara sakral, kesenian daerah diperkenalkan di sekolah. Setidaknya jika ada yang mengklaim, kita tidak hanya berteriak saling menyalahkan tetapi nyatanya kita tidak meruwat budaya Indonesia. Saya bermimpi profesi guru kembali kepada hakikatnya sebagai pendidik, bukan sekadar pengajar yang hanya mempersiapkan siswa untuk lulus ujian. Saya ingin nadi budaya baca-tulis dan rasa ingin tahu selalu berdenyut di pelosok pedesaan hingga jantung perkotaan. Saya tidak mau institusi modern mematikan potensi berpikir kritis anak-anak hanya karena tidak ada yang memicu kebiasaan berargumentasi di ruang kelas. Harapan saya pendidikan di tanah air tidak lagi menjadi ajang transfer ilmu yang menjadikan murid adalah cetak biru sang guru. Peserta didik harus mampu mentransformasi ilmu pengetahuan sehingga tujuan akhir pendidikan untuk mencetak generasi yang mampu menjawab tantangan zaman dapat tercapai.
***

UNJ senantiasa memberikan bekal kepada setiap mahasiswa (kependidikan) bagaimana menjadi guru yang diidam-idamkan bangsa ini. Meski tidak menepis masih terdapat dosen yang jauh dari kata memuasakan dalam segi metode pembelajarannya, namun UNJ juga selalu berusaha membuat mahasiswanya mengerti arti sesungguhnya profesi guru.

“without a teacher there aren't a successful people in the world, so I'm proud to be a teacher”  

"sebagus-bagusnya ilmu adalah ilmu yg bermanfaat"

Rasanya kalimat diatas merupakan kalimat inspiratif bagi hampir keseluruhan mahasiswa mantan IKIP. Karena pada hakikatnya UNJ merupakan pencetak generasi pendidik. Oleh karenanya, tataran praktik pun diberikan sebagai bekal kepada para mahasiswanya yang hendak melaksanakan PPL melalui micro teaching terlebih dahulu. Selain itu, mahasiswa tidak hanya mendapat keahlian praktik mengajar, tetapi juga mendapat pelajaran berharga yaitu pengalaman sebagai hasil dari PPL. Benarlah adanya pepatah yang mengatakan bahwa sebaik-baiknya guru adalah pengalaman. Maka UNJ pun secara konsisten membekali para mahasiswanya dengan ilmu-ilmu berkualitas yang nantinya diharapkan dapat bermanfaat ketika terjun di masyarakat. Itulah bentuk kontribusi nyata dalam rangka membangun bangsa, pencetak profesi mulia. Tidak hanya itu, mahasiswa UNJ juga dikukuhkan menjadi Civitas Akademika UNJ yang berkarater, berkeinginan memerdekakan indonesia dalam arti sebenar-benarnya serta menjunjung tinggi nilai nasionalisme.
UNJ telah lama menetapkan diri sebagai kampus berwawasan kewirausahaan, sehingga para mahasiswa selama kuliah diminta tidak hanya memperdalam ilmu sesuai jurusannya, tetapi harus mengembangangkan diri menjadi calon wirausahawan dan mengisi berbagai lapangan pekerjaan.
"Saya optimis mahasiswa UNJ yang sebagian besar belajar bidang pendidikan dan keguruan, nantinya dengan pengetahuan dan pengalaman berwirausaha, akan mampu bekerja di berbagai bidang, tanpa harus menggantungkan profesi di bidang pendidikan,"ucap Pak Bedjo.
Kesadaran sebagai generasi penerus bangsa yang menuntut ilmu di UNJ dapat saya lakukan dengan memberi makna akan keberadaan dan eksistensi diri saya-secara pribadi-di kampus dan di masyarakat luas. Yang menandakan ada tugas lain dari kehidupan kita, yang dimana kita harus memberikan yang terbaik untuk Bangsa Indonesia tercinta.
***

UNJ (kampus hijau):
Memang almamaternya tidak seterang almamater kuning
Tidak semegah  gajah mada dan ganesha
Gedungnya pun tidak sebagus universitas lainnya
Tapi yakinlah, disini di UNJ ada bibit” pendidik hebat yg akan terlahir menjadi orang” hebat yg akan mensukseskan generasi  muda” yg tentunya akan menyukseskan Negara ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar